Berikut terjemahan Indonesia Kitab Permulaan Wahyu sahih bukhari, terdiri hadits ke 01 sampai Hadits 06.
Cendekia/Hadits/Bukhari/01:
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia
berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah
mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar
Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Semua perbuatan tergantung
niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang
diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya
atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya
adalah kepada apa dia diniatkan".
Cendekia/Hadits/Bukhari/02:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari
Aisyah Ibu Kaum Mu'minin, bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah, bagaimana
caranya wahyu turun kepada engkau?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing
lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga
aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat
menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa
yang diucapkannya". Aisyah berkata: "Sungguh aku pernah melihat turunnya
wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari yang
sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan
keringat."
Cendekia/Hadits/Bukhari/03:
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah
menceritakan kepada kami dari Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari
'Urwah bin Az Zubair dari Aisyah -Ibu Kaum Mu'minin-, bahwasanya dia
berkata: "Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan
tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian
Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua
Hiro dan bertahannuts yaitu 'ibadah di malam hari dalam beberapa waktu
lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan
bekal untuk bertahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah
mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua
Hiro, Malaikat datang seraya berkata: "Bacalah?" Beliau menjawab: "Aku
tidak bisa baca". Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan: Maka
Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku
dan berkata lagi: "Bacalah!" Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca".
Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian
melepaskanku dan berkata lagi: "Bacalah!". Beliau menjawab: "Aku tidak
bisa baca". Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga
kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah)." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kembali kepada keluarganya
dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui
Khadijah binti Khawailidh seraya berkata: "Selimuti aku, selimuti aku!".
Beliau pun diselimuti hingga hilang ketakutannya. Lalu Beliau
menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah: "Aku
mengkhawatirkan diriku". Maka Khadijah berkata: "Demi Allah, Allah tidak
akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang
menyambung silaturrahim." Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk
bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman
Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis
buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani
dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah
berkata: "Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan
oleh putra saudaramu ini". Waroqoh berkata: "Wahai putra saudaraku, apa
yang sudah kamu alami". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata: "Ini adalah
Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya
aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu".
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah aku akan
diusir mereka?" Waroqoh menjawab: "Iya. Karena tidak ada satu orang pun
yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan
disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku
akan menolongmu dengan sekemampuanku". Waroqoh tidak mengalami peristiwa
yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa
fatroh (kekosongan) wahyu.
Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin
Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshari bertutur tentang
kekosongan wahyu, sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ceritakan: "Ketika sedang berjalan aku mendengar suara dari
langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang pernah
datang kepadaku di gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi.
Aku pun ketakutan dan pulang, dan berkata: "Selimuti aku. Selimuti
aku". Maka Allah Ta'ala menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut)
sampai firman Allah (dan berhala-berhala tinggalkanlah). Sejak saat itu
wahyu terus turun berkesinambungan." Hadits ini juga diriwayatkan oleh
Abdullah bin Yusuf dan Abu Shalih juga oleh Hilal bin Raddad dari Az
Zuhri. Dan Yunus berkata; dan Ma'mar menyepakati bahwa dia
mendapatkannya dari Az Zuhri.
Cendekia/Hadits/Bukhari/04:
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il dia berkata, Telah
menceritakan kepada kami Abu 'Awanah berkata, bahwa Telah menceritakan
kepada kami Musa bin Abu Aisyah berkata, Telah menceritakan kepada kami
Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas tentang firman Allah Ta'ala:
(Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak
cepat-cepat ingin (menguasainya)." Berkata Ibnu 'Abbas: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam sangat kuat keinginannya untuk menghafalkan
apa yang diturunkan (Al Qur'an) dan menggerak-gerakkan kedua bibir
Beliau." Berkata Ibnu 'Abbas: "aku akan menggerakkan kedua bibirku
(untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam melakukannya kepadaku". Berkata Sa'id: "Dan aku akan
menggerakkan kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian
sebagaimana aku melihat Ibnu 'Abbas melakukannya. Maka Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menggerakkan kedua bibirnya, Kemudian turunlah firman
Allah Ta'ala: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran
karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya".
Maksudnya Allah mengumpulkannya di dalam dadamu (untuk dihafalkan) dan
kemudian kamu membacanya: "Apabila Kami telah selesai membacakannya,
maka ikutilah bacaannya itu". Maksudnya: "Dengarkanlah dan diamlah".
Kemudian Allah Ta'ala berfirman: "Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah penjelasannya. Maksudnya: "Dan Kewajiban Kamilah untuk
membacakannya" Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sejak saat
itu bila Jibril 'Alaihis Salam datang kepadanya, Beliau mendengarkannya.
Dan bila Jibril 'Alaihis Salam sudah pergi, maka Nabi shallallahu
'alaihi wasallam membacakannya (kepada para sahabat) sebagaimana Jibril
'Alaihis Salam membacakannya kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
Cendekia/Hadits/Bukhari/05:
Telah menceritakan kepada kami Abdan dia berkata, telah mengabarkan
kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri
dan dengan riwayat yang sama, telah menceritakan pula kepada kami Bisyir
bin Muhammad berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdullah berkata,
telah mengabarkan kepada kami Yunus dan Ma'mar dari Az Zuhri seperti
lainnya berkata, telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin Abdullah
dari Ibnu 'Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadlan ketika
malaikat Jibril 'Alaihis Salam menemuinya, dan adalah Jibril 'Alaihis
Salam mendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, dimana Jibril
'Alaihis Salam mengajarkan Al Qur'an. Sungguh Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam jauh lebih lembut daripada angin yang berhembus.
Cendekia/Hadits/Bukhari/06:
Telah
menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Al Hakam bin Nafi' dia berkata,
telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah mengabarkan
kepadaku Ubaidullah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud bahwa Abdullah
bin 'Abbas telah mengabarkan kepadanya bahwa Abu Sufyan bin Harb telah
mengabarkan kepadanya; bahwa Heraclius menerima rombongan dagang
Quraisy, yang sedang mengadakan ekspedisi dagang ke Negeri Syam pada
saat berlakunya perjanjian antara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
dengan Abu Sufyan dan orang-orang kafir Quraisy. Saat singgah di Iliya'
mereka menemui Heraclius atas undangan Heraclius untuk di diajak dialog
di majelisnya, yang saat itu Heraclius bersama dengan para
pembesar-pembesar Negeri Romawi. Heraclius berbicara dengan mereka
melalui penerjemah. Heraclius berkata; "Siapa diantara kalian yang
paling dekat hubungan keluarganya dengan orang yang mengaku sebagai Nabi
itu?." Abu Sufyan berkata; maka aku menjawab; "Akulah yang paling dekat
hubungan kekeluargaannya dengan dia". Heraclius berkata; "Dekatkanlah
dia denganku dan juga sahabat-sahabatnya." Maka mereka meletakkan
orang-orang Quraisy berada di belakang Abu Sufyan. Lalu Heraclius
berkata melalui penerjemahnya: "Katakan kepadanya, bahwa aku bertanya
kepadanya tentang lelaki yang mengaku sebagai Nabi. Jika ia berdusta
kepadaku maka kalian harus mendustakannya."Demi Allah, kalau bukan rasa
malu akibat tudingan pendusta yang akan mereka lontarkan kepadaku
niscaya aku berdusta kepadanya." Abu Sufyan berkata; Maka yang pertama
ditanyakannya kepadaku tentangnya (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam)
adalah: "bagaimana kedudukan nasabnya ditengah-tengah kalian?" Aku
jawab: "Dia adalah dari keturunan baik-baik (bangsawan) ". Tanyanya
lagi: "Apakah ada orang lain yang pernah mengatakannya sebelum dia?" Aku
jawab: "Tidak ada". Tanyanya lagi: "Apakah bapaknya seorang raja?"
Jawabku: "Bukan". Apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang
atau orang-orang yang rendah?" Jawabku: "Bahkan yang mengikutinya adalah
orang-orang yang rendah". Dia bertanya lagi: "Apakah bertambah
pengikutnya atau berkurang?" Aku jawab: "Bertambah". Dia bertanya lagi:
"Apakah ada yang murtad disebabkan dongkol terhadap agamanya?" Aku
jawab: "Tidak ada". Dia bertanya lagi: "Apakah kalian pernah
mendapatkannya dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang
dikatakannya itu?" Aku jawab: "Tidak pernah". Dia bertanya lagi: "Apakah
dia pernah berlaku curang?" Aku jawab: "Tidak pernah. Ketika kami
bergaul dengannya, dia tidak pernah melakukan itu". Berkata Abu Sufyan:
"Aku tidak mungkin menyampaikan selain ucapan seperti ini". Dia bertanya
lagi: "Apakah kalian memeranginya?" Aku jawab: "Iya". Dia bertanya
lagi: "Bagaimana kesudahan perang tersebut?" Aku jawab: "Perang antara
kami dan dia sangat banyak. Terkadang dia mengalahkan kami terkadang
kami yang mengalahkan dia". Dia bertanya lagi: "Apa yang
diperintahkannya kepada kalian?" Aku jawab: "Dia menyuruh kami;
'Sembahlah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan
tinggalkan apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian. ' Dia juga
memerintahkan kami untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata
jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim". Maka Heraclius
berkata kepada penerjemahnya: "Katakan kepadanya, bahwa aku telah
bertanya kepadamu tentang keturunan orang itu, kamu ceritakan bahwa
orang itu dari keturunan bangsawan. Begitu juga laki-laki itu
dibangkitkan di tengah keturunan kaumnya. Dan aku tanya kepadamu apakah
pernah ada orang sebelumnya yang mengatakan seperti yang dikatakannya,
kamu jawab tidak. Seandainya dikatakan ada orang sebelumnya yang
mengatakannya tentu kuanggap orang ini meniru orang sebelumnya yang
pernah mengatakan hal serupa. Aku tanyakan juga kepadamu apakah bapaknya
ada yang dari keturunan raja, maka kamu jawab tidak. Aku katakan
seandainya bapaknya dari keturunan raja, tentu orang ini sedang menuntut
kerajaan bapaknya. Dan aku tanyakan juga kepadamu apakah kalian pernah
mendapatkan dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya,
kamu menjawabnya tidak. Sungguh aku memahami, kalau kepada manusia saja
dia tidak berani berdusta apalagi berdusta kepada Allah. Dan aku juga
telah bertanya kepadamu, apakah yang mengikuti dia orang-orang yang
terpandang atau orang-orang yang rendah?" Kamu menjawab orang-orang yang
rendah yang mengikutinya. Memang mereka itulah yang menjadi para
pengikut Rasul. Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah bertambah
pengikutnya atau berkurang, kamu menjawabnya bertambah. Dan memang
begitulah perkara iman hingga menjadi sempurna. Aku juga sudah bertanya
kepadamu apakah ada yang murtad disebabkan marah terhadap agamanya. Kamu
menjawab tidak ada. Dan memang begitulah iman bila telah masuk tumbuh
bersemi di dalam hati. Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah dia
pernah berlaku curang, kamu jawab tidak pernah. Dan memang begitulah
para Rasul tidak mungkin curang. Dan aku juga sudah bertanya kepadamu
apa yang diperintahkannya kepada kalian, kamu jawab dia memerintahkan
kalian untuk menyembah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu
apapun, dan melarang kalian menyembah berhala, dia juga memerintahkan
kalian untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling
memaafkan dan menyambung silaturrahim. Seandainya semua apa yang kamu
katakan ini benar, pasti dia akan menguasai kerajaan yang ada di bawah
kakiku ini. Sungguh aku telah menduga bahwa dia tidak ada diantara
kalian sekarang ini, seandainya aku tahu jalan untuk bisa menemuinya,
tentu aku akan berusaha keras menemuinya hingga bila aku sudah berada di
sisinya pasti aku akan basuh kedua kakinya. Kemudian Heraclius meminta
surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang dibawa oleh Dihyah
untuk para Penguasa Negeri Bashrah, Maka diberikannya surat itu kepada
Heraclius, maka dibacanya dan isinya berbunyi: "Bismillahir rahmanir
rahim. Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya untuk Heraclius.
Penguasa Romawi, Keselamatan bagi siapa yang mengikuti petunjuk.
Kemudian daripada itu, aku mengajakmu dengan seruan Islam; masuk
Islamlah kamu, maka kamu akan selamat, Allah akan memberi pahala
kepadamu dua kali. Namun jika kamu berpaling, maka kamu menanggung dosa
rakyat kamu, dan: Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia
dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian
yang lain sebagai Rabb selain Allah". Jika mereka berpaling, maka
katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)." Abu Sufyan menuturkan: "Setelah
Heraclius menyampaikan apa yang dikatakannya dan selesai membaca surat
tersebut, terjadilah hiruk pikuk dan suara-suara ribut, sehingga
mengusir kami. Aku berkata kepada teman-temanku setelah kami diusir
keluar; "sungguh dia telah diajak kepada urusan Anak Abu Kabsyah.
Heraclius mengkhawatirkan kerajaan Romawi."Pada masa itupun aku juga
khawatir bahwa Muhammad akan berjaya, sampai akhirnya (perasaan itu
hilang setelah) Allah memasukkan aku ke dalam Islam. Dan adalah Ibnu An
Nazhur, seorang Pembesar Iliya' dan Heraclius adalah seorang uskup agama
Nashrani, dia menceritakan bahwa pada suatu hari ketika Heraclius
mengunjungi Iliya' dia sangat gelisah, berkata sebagian komandan
perangnya: "Sungguh kami mengingkari keadaanmu. Selanjutnya kata Ibnu
Nazhhur, "Heraclius adalah seorang ahli nujum yang selalu memperhatikan
perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan para pendeta
yang bertanya kepadanya; "Pada suatu malam ketika saya mengamati
perjalanan bintang-bintang, saya melihat raja Khitan telah lahir,
siapakah di antara ummat ini yang di khitan?" Jawab para pendeta; "Yang
berkhitan hanyalah orang-orang Yahudi, janganlah anda risau karena
orang-orang Yahudi itu. Perintahkan saja keseluruh negeri dalam kerajaan
anda, supaya orang-orang Yahudi di negeri tersebut di bunuh." Ketika
itu di hadapakan kepada Heraclius seorang utusan raja Bani Ghasssan
untuk menceritakan perihal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
setelah orang itu selesai bercerita, lalu Heraclius memerintahkan agar
dia diperiksa, apakah dia berkhitan ataukah tidak. Seusai di periksa,
ternyata memang dia berkhitam. Lalu di beritahukan orang kepada
Heraclius. Heraclius bertanya kepada orang tersebut tentang orang-orang
Arab yang lainnya, di khitankah mereka ataukah tidak?" Dia menjawab;
"Orang Arab itu di khitan semuanya." Heraclius berkata; 'inilah raja
ummat, sesungguhnya dia telah terlahir." Kemudian heraclisu berkirim
surat kepada seorang sahabatnya di Roma yang ilmunya setarf dengan
Heraclisu (untuk menceritakan perihal kelahiran Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam). Sementara itu, ia meneruskan
perjalanannya ke negeri Himsha, tetapi sebelum tiba di Himsha, balasan
surat dari sahabatnya itu telah tiba terlebih dahulu. Sahabatnya itu
menyetujui pendapat Heraclius bahwa Muhammad telah lahir dan bahwa
beliau memang seorang Nabi. Heraclius lalu mengundang para pembesar Roma
supaya datang ke tempatnya di Himsha, setelah semuanya hadir dalam
majlisnya, Heraclius memerintahkan supaya mengunci semua pintu. Kemudian
dia berkata; 'Wahai bangsa rum, maukah anda semua beroleh kemenangan
dan kemajuan yang gilang gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di
tangan kita? Kalau mau, akuilah Muhammad sebagai Nabi!." Mendengar
ucapan itu, mereka lari bagaikan keledai liar, padahal semua pintu telah
terkunci. Melihat keadaan yang demikian, Heraclius jadi putus harapan
yang mereka akan beriman (percaya kepada kenabian Muhammad). Lalu di
perintahkannya semuanya untuk kembali ke tempatnya masing-masing seraya
berkata; "Sesungguhnya saya mengucapkan perkataan saya tadi hanyalah
sekedar menguji keteguhan hati anda semua. Kini saya telah melihat
keteguhan itu." Lalu mereka sujud di hadapan Heraclius dan mereka senang
kepadanya. Demikianlah akhir kisah Heraclius. Telah di riwayatkan oleh
Shalih bin Kaisan dan Yunus dan Ma'mar dari Az Zuhri.
referensi Hadits :
http://app.lidwa.com/