-
Beriman terhadap
keberadaan surga dan neraka. Surga merupakan tempat tinggal bagi
orang-orang yang beriman, sedangkan neraka merupakan tempat tinggal
orang-orang yang kufur kepada Rabbnya
-
Iman kepada hari akhir serta pembalasan amal manusia kelak di akherat
-
Iman kepada perkara gaib
-
Iman bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah benar-benar utusan Allah yang berbicara berlandaskan wahyu
dari-Nya, bukan menyampaikan dongeng atau cerita yang beliau karang
sendiri
-
Dorongan untuk
beramal salih agar termasuk penduduk surga, dan peringatan dari
kemaksiatan yang dapat menyeret pelakunya ke dalam jurang neraka
-
Boleh
tertawa, dan hal itu bukanlah perkara yang dibenci dalam sebagian
kondisi dan kesempatan. Hal itu juga tidak menyebabkan jatuhnya
muru’ah/kehormatan selama tidak sampai melampaui batas kewajaran (lihat
Syarh Muslim [2/315])
-
Boleh
menirukan tertawanya orang lain dengan tujuan menggambarkan keadaan
sosok yang patut diteladani sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Mas’ud
menirukan tertawanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Fath al-Bari [11/503])
-
Pada hari kiamat kelak, Allah berbicara kepada hamba-hamba-Nya (lihat Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tauhid, hal. 1490-1491)
-
Allah Maha kuasa atas segala sesuatu
-
Allah adalah Sang Raja (al-Malik) yang menguasai jagad raya
-
Allah adalah Rabb (pemelihara dan pengatur) alam semesta
-
Allah Maha berkehendak
-
Allah pun bisa tertawa, namun tertawanya Allah tidak sebagaimana makhluk. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11). Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Para
salaf telah bersepakat menetapkan ‘tertawa’ ada pada diri Allah. Oleh
sebab itu wajib menetapkannya (menerimanya, pent) tanpa menyelewengkan
maknanya, tanpa menolaknya, tanpa membagaimanakan sifatnya, dan tidak
menyerupakannya. Itu merupakan tertawa yang hakiki yang sesuai dengan
-keagungan- Allah ta’ala.” (lihat Syarh Lum’at al-I’tiqad, hal. 61)
-
Kenikmatan yang ada di Surga jauh berlipat ganda daripada kenikmatan di alam dunia (lihat Shahih Bukhari, Kitab ar-Riqaq,
hal. 1329). Oleh sebab itu tidak selayaknya kenikmatan yang sedemikian
besar ‘dijual’ demi mendapatkan kesenangan dunia yang sedikit dan
sementara saja, bahkan tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan
akherat
-
Khayalan atau
perasaan tidak bisa dijadikan sebagai pegangan, tetapi yang dijadikan
pegangan adalah wahyu/dalil atau perkataan orang yang benar-benar
mengetahui/berilmu
-
Wajib mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya
-
Luasnya rahmat Allah ta’ala,
tatkala orang yang paling terakhir keluar dari neraka pun masih
merasakan kenikmatan surga yang sepuluh kali lipat dari kenikmatan
dunia
-
Orang
mukmin yang dihukum di neraka karena dosa besarnya maka suatu saat
akhirnya diapun akan dikeluarkan darinya dan masuk ke dalam surga.
Sehingga ini merupakan bantahan bagi Khawarij yang beranggapan bahwa
pelaku dosa besar kekal di dalam neraka (lihat Syarh Muslim [2/323])
-
Ada sebagian orang
beriman yang ‘mampir’ dulu ke neraka sebelum dimasukkan ke dalam surga,
tentu saja hal itu bukan karena kezaliman Allah namun karena dosa
besar yang mereka lakukan
-
Peringatan
atas bahaya dosa-dosa besar bagi pelakunya di akherat kelak -apabila
dia belum bertaubat darinya-, karena pelakunya termasuk golongan orang
yang diancam dengan siksa neraka, wal ‘iyadzu billah
-
Tidak boleh bersikap meremehkan dosa-dosa besar
-
Orang
yang benar-benar memahami keutamaan tauhid bukanlah orang yang
menganggap sepele dosa-dosa besar. Oleh sebab itu Ibnu Mas’ud pernah
berkata, “Seorang mukmin
melihat dosa-dosanya seolah-olah dia sedang duduk di bawah bukit yang
dia khawatir akan runtuh menimpa dirinya. Adapun orang fajir melihat
dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat di atas hidungnya kemudian
cukup dia usir dengan cara seperti ini -yaitu dengan menggerakkan
tangannya semata-.” (lihat Fath al-Bari [11/118])
-
Hadits ini juga menunjukkan keadilan Allah ta’ala
dimana Allah memberikan hukuman kepada orang-orang yang berbuat dosa
besar kelak di akherat sesuai dengan kehendak-Nya, meskipun bisa saja
Allah berkehendak untuk mengampuninya (untuk sebagian hamba-Nya)
-
Hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang lebih dulu masuk surga
-
Anjuran untuk berlomba-lomba dalam beramal supaya bisa menjadi golongan orang yang terdahulu masuk surga
-
Orang yang masuk surga itu bertingkat-tingkat dalam hal keutamaan diri dan balasan yang mereka dapatkan
-
Hadits ini
menunjukkan keutamaan tauhid, karena tidaklah orang masuk surga kecuali
karena tauhid yang dilaksanakannya ketika di dunia
-
Hadits ini juga
menunjukkan bahaya syirik dan kekafiran, karena tidaklah seorang kekal
di dalam neraka melainkan karena sebab dosa syirik besar dan kekafiran
yang dilakukan olehnya
referensi :
- http://abumushlih.com/allah-pun-tertawa-karenanya.html/