Kisah Kerajaan Belawa bagian Ketiga.
Rumah Panggung di Belawa |
Menegakkan PesseE
Setahun setelah penaklukkan Kerajaan Sidenreng, Pajung Luwu bertikai lagi dengan La Tenri Sukki Mangkau' ri Bone V ( Raja Bone ). Konflik nya bermula ketika Luwu mengklaim Daerah Cenrana yang selama ini di bawah kedaulatan Kerajaan Bone sebagai Wilayah kekuasaan Kerajaan Luwu.
Dapat dijelaskan bahwa setelah PajungE memaklumatkan perang pada Tana Bone, maka Raja Luwu mengutus To Ciung Tongeng MaccaE sebagai Bila-bila Musuu' ke tana Wajo untuk mengajak Arung MatoaE ikut menyerbu Tana Bone. Namun La Tadampare' (Raja Wajo) enggan menyertai PajungE karena peristiwa pembakaran Sao Locci'e (Istana Sidenreng) yang membuat Raja Wajo masih merasa kesal.
Maka Pasukan Luwu menyerbu Tana Bone dibawah pimpinan PajungE hanya sendiri. Mereka berhasil menduduki Cenrana pada hari itu juga. Setelah semalam di daerah yang menjadi penyebab konflik itu, Pasukan Luwu bersiap siap melanjutkan penyerbuan ke Watampone ( pusat Kerajaan Bone ) melalui daerah Cellu' melewati jalur sungai dengan perahu.
Namun ditengah perjalanan, Pasukan Luwu bertemu dengan Serombongan Pasukan Wanita dari Kerajaan Bone, dan Pasukan Bone tersebut menyerang Iring-iringan Pasukan Luwu dengan panah dari seberang sungai Cenrana.
Melihat hal tersebut, maka tanpa koordinasi yang matang, pasukan Luwu mengejar para pasukan Wanita Bone itu yang lari berserabutan ke segala arah. Rupanya inilah yang di tunggu-tunggu pasukan Bone yang lain, melihat pasukan Luwu yang berlarian mengejar pasukan wanita dengan kacau balau, maka pasukan yang lain serentak menyerbu pasukan Luwu dengan dahsyatnya.
Pasukan Luwu yang tidak menyangka serangan balik yang mengejutkan itu menjadi kocar-kacir, dan berlarian menyelamatkan diri menuju perahunya yang berada di pinggir sungai. Termasuk dalam hal ini PajungE Sendiri.
Dikisahkan dalam lontara Sukkuna Wajo (LSW), PajungE yang berbadan gemuk itu berlari ke pinggir sungai, tetapi di hadang dan di sergap oleh Pasukan Bone. PajungE tidak berdaya ketika Pasukan Bone menyergap nya dan bersiap-bersiap mengayunkan Kelewangnya ke leher PajungE.
Tiba-tiba Mangkau'E (Raja Bone) segera tiba di tempat itu dan mencegah pasukannya untuk membunuh PajungE. Bahkan Mangkau'E melepas PajungE beserta sisa-sisa pasukan Luwu yang masih hidup untuk ke Tana Luwu dengan penuh kehormatan.
Sebagai tanda kemenangan perang, Mangkau'E menyita Payung Kebesaran Tana Luwu yang dibawah oleh PajungE sewaktu menyerbu Tana Bone. Maka sebagai peringatan yang menandai kemenangan yang heroik atas Luwu, maka Raja Bone diberi gelar, yaitu : La Tenri Sukki MAPPAJUNGNGE
Adapun halnya dengan Arung Matoa Wajo, mendengar kekalahan Luwu di Tana Bone maka Arung Matoa segera mengumpulkan Arung PatappuloE untuk mendiskusikan perihal menentukan sikap Tana Wajo terhadap peristiwa kekalahan Luwu tersebut.
Sebagai sekutu Luwu yang telah mengikrarkan LammumpatuE ri Topaceddo', maka budi ksatrianya menghendaki Raja Wajo untuk menuntut balas pada Tana Bone. Namun disisi lain, sebenarnya La Tadampare' ( Raja Wajo ) merupakan seorang pangeran Bone dari garis keturunan ibunya. Dimana La Tenri Ampa Arung Palakka merupakan adik ibu Raja Wajo.
Maka Ade Assamaturuseng Arung PatappuloE yang merupakan hukum tertinggi di Tana Wajo memutuskan bahwa melaksanakan perjanjian Persekutuan LammumpatuE ri Topaceddo' adalah sesuatu yang wajib. Menegakkan PessE ( solidaritas kemanusiaan) terhadap martabat perjanjian dengan Luwu harus ditunaikan dengan melakukan penyerbuan ke Tana Bone, yang notabene adalah kerabat dekat dari Arung Matoa.
Maka pasukan Wajo menyerang Tana Bone dan berhasil menduduki daerah Cenrana selama beberapa hari. Setelah itu, Pasukan Wajo kembali ke Wajo tanpa meneruskan serangan ke Watampone yang sebagai pusat Kerajaan Bone.
Raja Bone La Tenri Sukki MAPPAJUNGNGE yang bijak dan Arif itu, dapat memahami bagaimana posisi La Tadampare' Puang ri Maggalatung (Raja Wajo) sebagai sekutu dari tana Luwu.
Beberapa hari setelah peristiwa serangan pasukan Wajo di Cenrana, Baginda Raja Bone, Mangkau'E mengadakan kunjungan ke tana Luwu. Dengan maksud untuk mengembalikan Payung Kebesaran Luwu yang di rampasnya dulu. Namun, PajungE menyambutnya dengan bijak, dan berkata :
" Talani ie' Pajungnge, tapammanari Ana' appota.. engkamopa laingnge Pajung monro ri tana Luwu.. "
Sebagai sekutu Luwu yang telah mengikrarkan LammumpatuE ri Topaceddo', maka budi ksatrianya menghendaki Raja Wajo untuk menuntut balas pada Tana Bone. Namun disisi lain, sebenarnya La Tadampare' ( Raja Wajo ) merupakan seorang pangeran Bone dari garis keturunan ibunya. Dimana La Tenri Ampa Arung Palakka merupakan adik ibu Raja Wajo.
Maka Ade Assamaturuseng Arung PatappuloE yang merupakan hukum tertinggi di Tana Wajo memutuskan bahwa melaksanakan perjanjian Persekutuan LammumpatuE ri Topaceddo' adalah sesuatu yang wajib. Menegakkan PessE ( solidaritas kemanusiaan) terhadap martabat perjanjian dengan Luwu harus ditunaikan dengan melakukan penyerbuan ke Tana Bone, yang notabene adalah kerabat dekat dari Arung Matoa.
Maka pasukan Wajo menyerang Tana Bone dan berhasil menduduki daerah Cenrana selama beberapa hari. Setelah itu, Pasukan Wajo kembali ke Wajo tanpa meneruskan serangan ke Watampone yang sebagai pusat Kerajaan Bone.
Raja Bone La Tenri Sukki MAPPAJUNGNGE yang bijak dan Arif itu, dapat memahami bagaimana posisi La Tadampare' Puang ri Maggalatung (Raja Wajo) sebagai sekutu dari tana Luwu.
Beberapa hari setelah peristiwa serangan pasukan Wajo di Cenrana, Baginda Raja Bone, Mangkau'E mengadakan kunjungan ke tana Luwu. Dengan maksud untuk mengembalikan Payung Kebesaran Luwu yang di rampasnya dulu. Namun, PajungE menyambutnya dengan bijak, dan berkata :
" Talani ie' Pajungnge, tapammanari Ana' appota.. engkamopa laingnge Pajung monro ri tana Luwu.. "
Tulisan Asli : http://andioddang.blogspot.com/
Komentar Kami Moderasi Penuh