Agama adalah nasehat.
didalam islam agama adalah nasehat utama, sebuah nasehat hidup untuk
menjalani kehidupan yang lebih baik. berikut hadist yang berkaitan
dengan artikel agama adalah nasehat :
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Dari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama seluruhnya adalah nasihat.” Maka kami bertanya, “Untuk siapa wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Yaitu untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin, dan untuk rakyatnya.” (HR. Muslim [55]).
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Dari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama seluruhnya adalah nasihat.” Maka kami bertanya, “Untuk siapa wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Yaitu untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin, dan untuk rakyatnya.” (HR. Muslim [55]).
agama nasehat - cendekia - |
Hadits yang mulia ini mengandung banyak pelajaran, di antaranya :
Pertama
Seluruh ajaran agama tercakup dalam hadits ini. Sebab seluruh ajaran
agama memiliki maksud yang sama yaitu nasihat. Secara bahasa nasihat
bermakna murni dan tulus. Sedangkan yang dimaksud di sini adalah
menginginkan kebaikan bagi yang dinasihati (Jami’ul ‘Ulum, hal. 101).
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini adalah hadits yang memiliki kedudukan yang sangat agung,
di atas hadits inilah seluruh ajaran agama Islam berporos…”. “…Adapun
apa yang dikatakan oleh banyak ulama yang menyatakan bahwa hadits ini
merupakan seperempat ajaran agama Islam, maka hal itu tidak tepat
seperti apa yang mereka ucapkan. Bahkan poros semua ajaran ada dalam
hadits ini saja.” (Syarh Muslim, 2/116). Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullah mengatakan, “Hadits ini mungkin untuk dimaknai sebagaimana
lahiriyahnya karena setiap amal yang tidak dimaksudkan oleh pelakunya
dengan ikhlas maka amal itu bukan termasuk bagian agama.” (Fath Al-Bari,
1/169). Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan
bahwa nasihat meliputi unsur Islam, Iman, dan Ihsan yang disebutkan
dalam hadits Jibril ‘alaihis salam dan ketiganya disebut sebagai agama.”
(Jami’ul ‘Ulum, hal. 100)
Kedua
Nasihat untuk Allah adalah : ikhlas dalam beribadah kepada-Nya,
mempersaksikan keesaan-Nya dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa
shifat-Nya (Syarh Al-Arba’in li Ibni Utsaimin, hal. 116). Selain itu,
menunaikan kewajiban dengan sempurna dengan diiringi rasa cinta dan
kesungguhan dalam mendekatkan diri kepada-Nya serta menjauhi hal-hal
yang diharamkan dan yang dimakruhkan (lihat Jami’ul ‘Ulum, hal. 101).
An-Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa salah satu bentuk nasihat untuk
Allah adalah, “Meninggalkan ilhad/penyimpangan dalam memahami
sifat-sifat-Nya dan menyifati-Nya dengan seluruh sifat kesempurnaan dan
kemuliaan, dan membersihkan Allah subhanahu wa ta’ala dari semua
kekurangan…” (Syarh Muslim, 2/116). Hakikat nasihat untuk Allah adalah :
benarnya keyakinan tentang keesaan diri-Nya dan mengikhlaskan niat
dalam beribadah kepada-Nya (Jami’ul ‘Ulum, hal. 101)
Ketiga
Nasihat untuk Kitab-Nya adalah : membelanya dari penyelewengan,
membenarkan beritanya, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang
disebutkan di dalamnya, meyakini bahwa ketetapan hukumnya adalah hukum
yang terbaik, dan mengimani bahwa Al-Qur’an ini adalah kalamullah, bukan
ucapan makhluk-Nya (lihat Syarh Al-Arba’in li Ibni Utsaimin, hal.
116-117). Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan termasuk bentuk nasihat
untuk Kitab-Nya adalah dengan mempelajari dan mengajarkannya, dan
membacanya dengan benar (Fath Al-Bari, 1/169). Hakikat nasihat untuk
Kitab-Nya adalah : beriman dengannya dan mengamalkan ajarannya (Jami’ul
‘Ulum, hal. 101).
Keempat
Nasihat untuk Rasul-Nya adalah : mengimani kerasulan beliau,
memurnikan ittiba/pengikutan kepadanya, melaksanakan perintah dan
menjauhi larangannya, membela ajarannya, meyakini keharusan mengamalkan
haditsnya sebagaimana juga harus mengamalkan Al-Qur’an, menolong Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hidup ataupun sesudah matinya
-yaitu dengan membela tuntunannya- (Syarh Al-Arba’in li Ibni Utsaimin,
hal. 117). Ibnu Hajar rahimahullah juga menyebutkan termasuk bagian dari
nasihat untuk Rasul-Nya adalah dengan mengagungkan beliau, menghidupkan
sunnahnya dengan mempelajari dan mengajarkannya, meneladani ucapan dan
perbuatannya, mencintainya dan mencintai para pengikutnya (Fath Al-Bari,
1/169). An-Nawawi rahimahullah menyebutkan juga termasuk dalam hal ini
yaitu memusuhi orang yang memusuhi Rasul, menepis tuduhan jelek
kepadanya, beradab ketika membaca haditsnya dan tidak berbicara
tentangnya tanpa ilmu, memuliakan ahli hadits/ahlu sunnah, berakhlak
dengan akhlaknya, mencintai keluarga dan para sahabatnya, menjauhi ahli
bid’ah dan orang-orang yang melecehkan kehormatan para sahabatnya (lihat
Syarh Muslim, 2/117).
Kelima
Nasihat untuk para pemimpin kaum muslimin : mencintai kebaikan,
hidayah, dan keadilan pada diri mereka, menyukai umat bersatu di bawah
kepemimpinan mereka, tidak senang melihat umat berpecah belah, menaati
mereka dalam rangka taat kepada Allah, membenci pemberontakan, dan suka
memuliakan mereka dalam ketaatan kepada Allah (Jami’ul ‘Ulum, hal.
102-103). Pemimpin kaum muslimin ada 2 : ulama Rabbani dan pemerintah.
Bersikap nasihat kepada ulama adalah dengan : mencintai mereka, membantu
dakwah mereka, membela kehormatan mereka, meluruskan kesalahannya,
menyarankan cara yang lebih baik dalam mendakwahi masyarakat. Sedangkan
nasihat untuk pemerintah meliputi : meyakini keabsahan pemerintahan
mereka, menyebarluaskan kebaikan mereka, melaksanakan perintah dan
larangan mereka selama tidak bertentangan dengan syariat -meskipun
mereka adalah pelaku dosa besar-, menutupi aib mereka sebisa mungkin,
dan tidak memberontak kepada mereka atau menghasut rakyat untuk
melakukannya (lihat Syarh Al-Arba’in li Ibni Utsaimin, hal. 120-122).
Al-Khattabi rahimahullah menjelaskan termasuk nasihat bagi pemerintah
adalah dengan : shalat bermakmum di belakang mereka, berjihad bersama
mereka, menyalurkan sedekah/zakat melalui mereka, dan mendoakan kebaikan
untuk mereka. Dan apabila mereka adalah ulama maka termasuk nasihat
untuk mereka adalah dengan bersangka baik kepada mereka (lihat Syarh
Muslim, 2/117). Termasuk dalam nasihat bagi ulama adalah dengan
menyebarkan keutamaan-keutamaan mereka (Fath Al-Bari, 1/169).
Keenam
Nasihat untuk rakyat biasa : yaitu dengan membimbing mereka demi
kemaslahatan mereka, memberikan pelajaran kepada mereka dalam urusan
agama maupun dunia, menutupi aib-aib mereka, melengkapi kekurangan
mereka, membela mereka dalam menghadapi serangan musuh, menjauhi tipu
daya dan kedengkian kepada mereka, mencintai kebaikan untuk mereka
sebagaimana mencintai kebaikan itu bagi dirinya dan membenci keburukan
menimpa mereka sebagaimana dia tidak menyukai hal itu menimpa dirinya
(Jami’ul ‘Ulum, hal. 103). Yang dimaksud dengan rakyat biasa adalah
selain pemerintah dan ulama. Termasuk dalam nasihat untuk mereka adalah
dengan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dengan lembut dan ikhlas,
menyayangi mereka, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda,
menasihati mereka dengan baik, melindungi harga diri dan harta mereka,
dan mendorong mereka untuk melakukan ketaatan (lihat Syarh Muslim,
2/117-118).
Ketujuh
Termasuk dalam nasihat untuk Allah, untuk kitab-Nya dan untuk rasul-Nya adalah : [1] membantah berbagai penyimpangan dan kesesatan dengan dalil-dalil Al-Kitab dan As-Sunnah dengan
membuktikan kebatilan tersebut berdasarkan dalil-dalilnya, [2]
membantah pendapat-pendapat yang lemah yang muncul akibat
ketergelinciran para ulama, [3] menerangkan hadits yang sahih dan yang
lemah dengan menjelaskan keadaan para periwayatnya. Dan ini semua
merupakan bentuk nasihat yang hanya bisa dilakukan oleh ahlinya/ulama
dan orang-orang yang berilmu. Termasuk dalam nasihat yaitu memberikan
wejangan/saran ketika saudara kita meminta nasihat. Hal ini juga
menunjukkan bahwa semakin besar nasihat yang dilakukan oleh seseorang
maka semakin tinggi kedudukannya di sisi Allah. Abu Bakar Al-Muzani
rahimahullah berkata, “Tidaklah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu melampaui
keutamaan para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
puasa ataupun shalat, akan tetapi dengan sesuatu yang bersemayam di
dalam hatinya.” Ibnu ‘Aliyah mengatakan, “Yang bersemayam di dalam
hatinya adalah kecintaan karena Allah ‘azza wa jalla dan nasihat kepada
makhluk-Nya.” Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidaklah ada
di antara kami ini orang yang bisa mencapai kedudukan yang mulia dengan
banyaknya shalat atau puasa, orang yang dapat meraih kemuliaan di antara
kami adalah dengan kedermawanan diri, kelapangan dada, dan nasihat
kepada umat manusia.” Ibnul Mubarak pernah ditanya, “Amal apakah yang
paling utama?”. Beliau menjawab, “Menasihati karena Allah.” Ma’mar
mengatakan, “Dahulu dikatakan bahwa orang yang paling menasihati kamu
adalah yang menumbuhkan rasa takut kepada Allah di dalam hatimu.” Para
ulama salaf biasa menasihati orang lain dengan sembunyi-sembunyi.
Sampai-sampai ada yang mengatakan, “Barangsiapa yang menasihati
saudaranya antara dirinya dengan saudaranya itu maka itulah nasihat.
Barangsiapa yang menasihatinya di depan orang banyak maka sesungguhnya
dia telah menjatuhkannya.” Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Ciri orang
mukmin itu menutupi aib dan senang menasihati, sedangkan ciri orang
fajir adalah suka membuka aib orang dan melecehkannya.” Ibnu Abbas
pernah ditanya bagaimana cara menasihati penguasa. Beliau menjawab,
“Kalau kamu melakukannya, maka kamu harus berbicara/menyampaikan
langsung berdua dengannya.” (lihat Jami’ul ‘Ulum, hal. 104-105).
Kedelapan
Hadits ini menunjukkan bolehnya mengakhirkan penjelasan dari waktu
pembicaraan, sebagaimana tampak dari pertanyaan para sahabat, “Untuk
siapakah nasihat itu?”. (Fath Al-Bari, 1/169). Baru setelah sahabat
bertanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan penjelasan lebih
terperinci.
Kesembilan
Hadits ini juga menunjukkan betapa besar semangat para sahabat untuk menimba ilmu (lihat Syarh Al Arba’in li Ibnu Utsaimin, hal. 123).
Kesepuluh
Hadits ini juga menunjukkan bagusnya tata cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memberikan pelajaran kepada para sahabatnya. Beliau menyebutkan perkara secara global kemudian disertai penjelasan yang lebih rinci (lihat Syarh Al Arba’in li Ibnu Utsaimin, hal. 123).
Kesebelas
Hendaknya memulai dari yang terpenting kemudian perkara penting yang
lain. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
di dalam hadits ini yang mendahulukan penyebutan nasihat untuk Allah
sebelum nasihat untuk yang lainnya (lihat Syarh Al Arba’in li Ibnu
Utsaimin, hal. 123). Wallahu a’lam.
referensi :
- http://abumushlih.com/agama-adalah-nasehat.html/
- http://abumushlih.com/agama-adalah-nasehat.html/
Komentar Kami Moderasi Penuh